FORMAT TENTUKAN KEBERHASILAN RADIO MENGGAET IKLAN

Oleh Deddy H. Pakpahan

Malik Syafei Saleh, DIrektur Radio Prambors (Jakarta) pada pertengahan Desember 1991 �dalam sebuah kesempatan lokakarya mengenai periklanan di Bandung�melontarkan pendapat yang cukup menarik. Ia merasa optimis, bahwa radio sebagai salah satu media alternative iklan memiliki prospek sangat cerah. Menurutnya, radio memiliki potensi yang sangat besar sebagai wahana komunikasi pemasaran produk, jasa, maupun gagasan.

Argumentasinya, karena radio dianggap lebih mampu menciptakan kelompok sasaran (target group) yang lebih loyal dibandingkan media lainnya. Dengan begitu, maka radio seakan sudah memiliki kepastian mengenai khalayaknya, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya, juga kharakteristiknya. Bagaimana kharakteristik khalayak sebuah media memang menjadi acuan bagi para pengiklan membuat pertimbangan, apakah ia akan memasang iklan atau tidak.

Setiap media komunikasi (suratkabar, majalah, radio, televisi) memang memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam konteks peiklanan, iklim kompetitif ditandai dengan bagaimana masing-masing pengelola media mengoptimalkan keunggulan yang dimiliki, sesuai jenis medianya.

Media TV misalnya. Keunggulan perangkat elektronik ini adalah mampu menampilkan pesan-pesan dalam bentuk gambar dan suara (Audio Visual). Efektifitas pesan yang dipancarkan TV nyaris mendekati kesempurnaan, karena dua panca indra kita (mata dan telinga) dilibatkan dalam proses komunikasi, penyampaian pesan. Tetapi kadangkala TV dianggap tidak sanggup menyajikan informasi eecara mendalam. Media TV terbentur pada keterbatasan durasi. Dan tugas itu diambil-alih oleh media suratkabar dan majalah yang memang mampu menyajikan informasi --dengan berbagai analisis�yang tajam lagi mendalam. Lalu bagaimana halnya dengan radio, apa keunggulan �kotak ajaib� ini.


Keunggulan Radio

Pada 1956 UNESCO ( United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) menetapkan India sebagai pilot project program pengembangan siaran pedesaan melalui radio di kawasan Asia. Untu itu pihak UNESCO menunjuk All India Radio sebagai pihak penyelenggara program siaran, lalu dibentuklah kelompok-kelompok pendengar (di Indonesia, semacam kelompencapir). Apa hasil akhir program siaran pedesaan tersebut?.

Evaluasi yang dilakukan Tata School Of Social Science yang berkedudukan di Bombay, siaran radio yang dikonsumsi oleh sebagian besar petani di Negara itu ternyata mampu maningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para petani yang menjadi anggota kelompok-kelompok pendengar.

Ilustrasi diatas mungkin bisa dijadikan landasan bahwa media radio memiliki keunggulan yang cukup wah. Walau tidak mampu menampilkan pesan secara visual, tapi radio dengan keperkasaanya mampu mengubah pikiran, persepsi dan tingkah laku masyarakat kea rah yang lebih konstruktif. Masyarakat desa dapat dipersuasi untuk mengubah teknik bercocok-tanamnya yang konvensional. Terlepas dari apa yang pernah diperbuat UNESCO terhadap masyarakat petani di India itu, tulisan ini hanya ingin menelusuri seberapa jauh keunggulan radio jika kita pertemukan dengan media lainnya dalam hal bersaing menggaet iklan.

Menggaris tebal apa yang dilansir Malik Syafei, radio memang merupakan media yang potensial. Banyak orang terkecohdan langsung mengatakan, bahwa ketidakberdayaan radio untuk tampil secara visual adalah merupakan titik kelemahan (Weakness Point).

Pendapat tersebut rasanya tidak bisa kita amini seratus persen. Bahkan banyak pakar komunikasi, misalnya Eric Barnouw yang mengatakan bahwa kelemahan radio adalah juga keunggulannya. Unsur auditif yang dimiliki radio dapat lebiih mendramatisir sesuatu secara lebih berkesan. John R. Bittner dalam Mass Communication (1986) memper tegas anggapan ini dengan mengatakan �Radio is an aspecially stong medium among both the general population and specialized audiences�.


Loyalitas Khalayak dan Format Radio

Pengoptimalan meracik ketiga unsur yang dimiliki radio (musik, kata-kata dan efek suara), memang telah terbukti mampu menciptakan suasana yang familiar antara pendengar dan penyiar. Secara psikologis ada semacam kedekatan batin. Kondisi positif sseperti ini bisa diciptakan dengan merancang format siaran yang benar-benar sinkron dengan keinginan hati (bahkan juga kebutuhan) khalayak pendengar. Format siaran, tidak bisa dibantah lagi, memang mesti mengikuti selera pendengar.

Ambil contoh misalnya format siaran Radio Suara Kejayaan (SK) yang memancar dijalur FM di Jakarta. Format siaran radio tersebut adalah humor komedi. Studi yang pernah dilakukan mengenai khalayak pendengarnya mengatakan, sebagian besar pendengarnya adalah kaum remaja (62%).

Dengan asumsi bahwa kau remaja tidak menyenangi sesuatu yang formal sifatnya, maka format siaran Radio SK pun diselaraskan, yakni dengan gaya penyajian yang lebih santai, dengan muatan humor yang dominan. Acara-acara Radio SK setiap harinya penuh dengan humor yang disampaikan secara canda ria. Banyolan-banyolan rigan dijadikan sebagai kiat berkomunikasi dengan kaum remaja perkotaan. Dan disinilah mereka menjadi terpikat sehingga terbentuk loyalitas khalayak.

Seseorang mendengarkan radio karena telah merasa sreg dengan format siaran dari stasiun radio yang menjadi favoritnya. Itulah sebabnya mengapa radio disebut menganut asas Format-Driven. Sedangkan orang menonton TV karena acara disebuah stasiun TV dianggap lebih menarik dibandingkan stasiun lainnya. Maka media TV disebut sebagai media yang menganut asas Programme Driven. Stasiun penyiaran radio yang mampu menciptakan format siaran menarik sesuai dengan pendengar. Sedangkan pada media TV, stasiun penyiaran TV yang bisa menayangkan acara paling bagus akan banyak menyedot perhatian pemirsa.

Menggaet Iklan

Format siaran telah menjadi kunci penentu, mampu tidaknya sebuah stasiun penyiaran radio berkompetisi. Tidak hanya terbatas pada persaingan merebut hati pendengar, tetapi juga persaingan dalam menggaet income dari iklan. Untuk itu, satu hal yang mesti diperhatikan adalah bagaimana merancang format siaran yang memiliki Anique Selling Point di mata pengiklan.

Stasiun penyiaran radio memproduksi serentetan acara yang diproduksi dan diudarakan ssetiap harinya. Iklim kompetisi antar stasiun penyiaran radio dalam usaha menggaet iklan diramalkan semakin memanas. Di Indonesia, berdasarkan pemantauan Asian Advertising and Marketing (April, 1991) kini terdapat kurang lebih 600 stasiun penyiaran radio swasta. Bisa dibayangkan bagaimana sebuah stasiun penyiaran radio akan membanting tulang, berupaya seoptimal mungkin untuk mengeruk keuntungan.

Kalau memang iklim persaingannya begitu, maka prioritas perhatian yang diberikan harus jatuh pada seputar ihwal format siaran. Bila format siaran tidak ditata secara apik dan amat membosankan, jangan harap akan mampu membangkitkan atensi positif khalayak. Juga muluk rasanya bila kita terlalu optimistis, mengatakan mampu menciptakan loyalitas khalayak dengan siaran radio yang belum jelas formatnya.

Dimuat pada harian Ekonomi Bisnis Indonesia, 17 Mei 1992
0 Comments and Thoughs for "FORMAT TENTUKAN KEBERHASILAN RADIO MENGGAET IKLAN"